Notification

×

Iklan

Iklan

Tanda Pemimpin Amanah, APBD-nya ‘Harus’ Pro-Rakyat

Senin, 24 Agustus 2020 | 11:16 WIB Last Updated 2020-09-24T05:14:39Z
Tumpal P. Simanjorang, SE

Kabar Center - Bandung

Pembangunan itu dilakukan untuk perubahan. Sebab perubahan harus dilakukan agar selalu dapat menyesuaikan kepada keseimbangan (equilibrium). Dapatlah kita bayangkan bila tidak dapat dilakukan perubahan, pasti akan menimbulkan ketidak seimbangan. Saat ini, dunia berubah dengan begitu cepat dikarenakan kemajuan teknologi informasi. Dan bila ini tidak disikapi dengan perubahan, maka yang terjadi adalah ketertinggalan karena tidak mampu membuat keseimbangan.

Tidak ada pembangunan yang dilakukan tanpa melalui proses. Sebab pembangunan adalah proses. Artinya bahwa pembangunan merupakan suatu tahap yang harus dijalani oleh setiap masyarakat atau bangsa. Sebagai contoh, manusia mulai lahir, tidak langsung menjadi dewasa. Tetapi untuk menjadi dewasa harus melalui tahapan-tahapan pertumbuhan. Demikian pula, setiap bangsa harus menjalani tahap-tahap perkembangan untuk menuju kondisi yang adil, makmur, dan sejahtera.
   
Pembangunan sebagai suatu usaha, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan. Sebagai suatu usaha, pembangunan merupakan tindakan aktif yang harus dilakukan oleh suatu negara, tak terkecuali sebagai satu daerah seperti Kabupaten Samosir.

Dalam rangka melakukan pembangunan itu, dengan demikian, sangat dibutuhkan peran serta masyarakat, pemerintah, dan semua elemen yang terdapat dalam suatu daerah untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembangunan.
   
Faktor Pembangunan
 
Secara umum, ada beberapa faktor yang memengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, tetapi  pada hakikatnya faktor-faktor tersebut dapat dikelompokan menjadi dua bagian, yakni faktor ekonomi dan faktor non-ekonomi.

Faktor ekonomi yang memengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi diantaranya adalah sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya modal, dan keahlian atau kewirausahaan.

Sumber daya alam, yang meliputi tanah dan kekayaan alam seperti kesuburan tanah, keadaan iklim/cuaca, hasil hutan, tambang, dan hasil laut, sangat memengaruhi pertumbuhan industri suatu negara, terutama dalam hal penyediaan bahan baku produksi.

Sementara itu, keahlian dan kewirausahaan dibutuhkan untuk mengolah bahan mentah dari alam, menjadi sesuatu yang memiliki nilai lebih tinggi (disebut juga sebagai proses produksi).

Sumber daya manusia juga menentukan keberhasilan pembangunan nasional melalui jumlah dan kualitas penduduk. Jumlah penduduk yang besar merupakan ((pasar potensial untuk memasarkan hasil-hasil produksi, sementara kualitas penduduk menentukan seberapa besar produktivitas yang ada.

Kemudian, sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah bahan mentah tersebut. Pembentukan modal dan investasi ditujukan untuk menggali dan mengolah kekayaan. Sumber daya modal berupa barang-barang modal sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi karena barang-barang modal juga dapat meningkatkan produktivitas.

Faktor non-ekonomi mencakup kondisi sosial kultur yang ada di masyarakat, keadaan politik, kelembagaan, dan sistem yang berkembang dan berlaku. Meski faktor ini tidak berhubungan langsung, namun dia harus menjadi bagian pertimbangan dalam melaksanakan program pembangunan yang dijalankan.

Ruang Fiskal

Telah disebutkan sebelumnya, bahwa modal adalah salah satu faktor penggerak pembangunan, maka Samosir juga tidak terlepas dari hal itu. Walau memang bentuk dan fungsinya berbeda, tetapi ketersediaan anggaran yang mumpuni sangat menentukan keberhasilan pembangunan di Samosir, dalam kaitannya sebagi fasilitator. Peran pemerintah sebagai fasilitator adalah menciptakan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan pembangunan untuk menjembatani berbagai kepentingan masyarakat dalam mengoptimalkan pembangunan daerah.

Peran yang demikian ini hanya mungkin terlaksana dengan adanya anggaran yang memadai.

Terkait dengan anggaran ini, Samosir terlihat kurang begitu leluasa memainkan perannya sebagai fasilisator mengingat anggarannya yang terbatas. Dari yang saya amati, anggaran yang terbatas itu disebabkan oleh Belanja Tidak Langsungnya yang selama 3 tahun terakhir ada di atas angka 50% dari total anggaran.

Dengan angka Belanja Tidak langsung di atas 50% dari APBD tersebut, ditambah dengan adanya Mandatory Spending 20% untuk Pendidikan dan 10% untuk kesehatan, total Belanja Wajib menjadi 85,7%. Dengan fakta itu tersisalah Ruang Fiskal yang kurang kondusif.

Untuk Tahun 2020, dari perhitungan yang dilakukan, Ruang Fiskal Samosir ada pada angka 14,3% dari APBD. Dan bila hal Ruang Fiskal itu dikaitkan dengan kewajiban alokasi 25% dari Total Dana Perimbangan untuk Infrastruktur, maka jangan-jangan Ruang Fiskal sudah tidak ada tersisa.
Sumber: Medanbisnis Dailly Tgl. 7 November 2019.
Dengan melihat postur APBD Tahun 2020 di atas, pada Alokasi Belanja terlihat angka alokasi untuk Belanja Tidak Langsung jumlahnya adalah Rp. 522.029M. Dengan membandingkan angka itu terhadap total belanja, maka diperoleh angka persentase sekitar 55,7%. Ini berarti bahwa sekitar 55,7% dari Total Belanja Daerah dialokasikan untuk Belanja Tidak Langsung.

Selanjutnya, dengan menambahkan Belanja Wajib sesuai amanah Undang-undang (Mandatory Spending) untuk sektor Pendidikan dan Kesehatan sebagaimana disebutkan di atas, diperoleh angka total belanja wajib sebesar 85,7%.

Logikanya, bila total Belanja Wajib sebesar 85,7%, maka sisa anggaran untuk Belanja Pilihan (tidak wajib) tersiasa sebesar 14,7%. Angka 14,3% inilah yang mendanai kegiatan sektor-sektor lain yang masih ada.

APBD Pro Rakyat

Solusi atas situasi Ruang Fiskal yang sempit itu adalah dengan cara mengurangi alokasi anggaran untuk Belanja Tidak Langsung. Dengan mendorong Alokasi Belanja Tidak Langsung di bawah angka 50% dari total APBD, maka Ruang Fiskal itu akan melebar sebesar persentase yang bisa dihemat.

Misalnya, bila alokasi Belanja Tidak Langsung mencapai angka 40% dari total APBD, maka dengan berdasarkan penggunaan APBD 2020, ada sekitar 15,7%  pertambahan Ruang Fiskal. Dengan menambahkan angka itu dengan 14,3%, total Ruang Fiskal menjadi 30%. Dan itu kira-kira setara Rp. 281 M.

Terhadap  penurunan Belanja Tidak langsung itu, ada beberapa cara yang dapat dilakukan. Salah satu cara itu adalah dengan menaikkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendirian Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dengan bisnis pokoknya menangani industri kepariwisataan dan juga menampung hasil pertanian serta kehutanan.

Kemudian, cara menaikkan PAD itu adalah dengan melakukan dan mendorong warga pemilik tanah miliknya untuk di daftarkan pada instansi terkait sesuai ketentuan perundang-undangan. Dengan terdaftarnya tanah-tanah tersebut, maka pemerintah memiliki sasaran potensi PAD dalam bentuk PBB atau BPHTB.

Di sisi lain, pemerintah daerah juga mengefisienkan Belanja Tidak Langsungnya seperti misalnya mengevaluasi biaya-biaya yang tidak perlu seperti Biaya Rapat atau Perjalanan Dinas.

Kebetulan soal Perjalanan Dinas ini pernah dikeluhkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani, dengan istilah perjalanan ‘wara-wiri’, yaitu perjalanan Pegawai Daerah ke Pusat. Menurut Menkeu, besarnya sekitar 13,4%. Untuk itu,  rasanya hal ini perlu mendapat perhatian dari pihak pimpinan pemerintah terkait. Bukan apa-apa, bila angka 13,4% itu dikonversi dalam APBD Samosir 2020, besaranya adalah sekitar Rp. 125,5M.

APBD Pro Rakyat adalah sebuah postur anggaran yang yang lebih mengutamakan kepentingan publik. Mengingat Belanja Langsung adalah cerminan kepentingan publik, yang berkaitan langsung dengan kepentingan publik, maka sudah tentu alokasi untuk bidang ini haruslah lebih besar dari pada Belanja Tidak Langsung.

Dari postur APBD Samosir tahun 2018, 2019 maupun 2020, alokasi Belanja Tidak Langsung ini selalu mengambil porsi di atas 50% dari APBD. Seperti APBD Tahun 2020, anggaran untuk alokasi Belanja Tidak Langsung, sebagaimana telah disebutkan di atas, berjumlah 55,7%. Sebaliknya, untuk Belanja Langsung adalah sisanya, yaitu sebesar 44,3%.

Karena Belanja Langsung ini adalah yang memiliki efek multiplier kepada publik, maka dengan postur yang ada tersebut tidak salah untuk menyebutkan bahwa APBD Samosir saat ini tidak Pro Rakyat. Rakyat sebagai pemilik anggaran yang sebenarnya, rasanya tidak fair kalau ‘uang mereka’ tidak lebih banyak digunakan untuk untuk kepentingan mereka pula.

Ayo Rakyat Samosir, cari dan temukanlah calon pemimpin yang memperjuangkan kepentinganmu!

Penulis: Tumpal P. Simanjorang, SE./Alumni FE Unpar, Pegiat Diskusi “KMPS VISIONER”, tinggal di Bandung)

Ikuti berita terkini dari Kabar Center di Google News, klik di sini