![]() |
Ilustrasi sistem ekonomi |
Kabar Center
Jakarta - Pada tahun 2025, diperkirakan pertumbuhan ekonomi global akan mengalami perlambatan, mencakup baik negara maju maupun berkembang. Beberapa faktor ketidakpastian di tingkat internasional tetap menjadi perhatian, termasuk ketegangan geopolitik, gangguan dalam perdagangan global, serta dampak lanjutan dari krisis pascapandemi.
Dalam laporan terbaru yang dirilis pada bulan Juni 2025, Bank Dunia menurunkan proyeksi pertumbuhan untuk ekonomi global dari 2,7% menjadi 2,3%. Penyesuaian ini menunjukkan bahwa pemulihan ekonomi dunia masih lemah dan rentan terhadap berbagai tekanan dari luar.
Indonesia tidak terhindar dari penyesuaian tersebut. Proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional untuk tahun 2025 diubah dari 5,1% menjadi 4,7%. Namun, penurunan tersebut masih tergolong moderat jika dibandingkan dengan negara lain, dengan koreksi sekitar 0,3 hingga 0,4 poin persen.
Situasi ini mengindikasikan bahwa ekonomi Indonesia relatif lebih tahan banting terhadap guncangan dari luar. Ketahanan ini merupakan indikator positif bahwa fundamental ekonomi domestik cukup kokoh untuk menjaga stabilitas, sekaligus membuka peluang bagi pemerintah dan sektor swasta untuk terus mendukung pertumbuhan.
Meskipun angka pertumbuhan belum mencapai 5%, masih ada kesempatan untuk memperbaiki kinerja ekonomi, terutama melalui penguatan sektor-sektor yang padat karya dan mampu menyerap banyak tenaga kerja, seperti pertanian, kehutanan, dan perikanan.
Berdasarkan simulasi dampak dari paket stimulus ekonomi Jilid II yang dijelaskan oleh Perhimpunan Bank Nasional (PERBANAS), sektor pertanian diprediksi dapat menyerap sekitar 137.497 tenaga kerja dan menghasilkan income masyarakat mencapai Rp 2.729,68 miliar. Angka ini jauh melampaui sektor perdagangan besar dan eceran serta reparasi kendaraan yang hanya mampu menyerap 73.642 tenaga kerja.
Temuan ini menunjukkan bahwa sektor hulu seperti pertanian sangat vital dalam mendukung pertumbuhan ekonomi saat menghadapi tantangan global.
“Nah, pemerintah sudah mengarah pada hilirisasi, tetapi mungkin perlu ditambahkan pada hulurisasi. Kenapa? Karena hulurisasi ini satu, mengurangi substitusi impor. Jadi artinya impor yang selama ini 7 persen itu bisa dikurangi dengan hulunya yang dikembangkan. Jadi kita masih melihat ada potensi ini,” kata Ketua Bidang Riset dan Kajian Ekonomi Perbankan PERBANAS Avilliani, dalam konferensi pers dikutip Jumat (1/8/2025).
Selain pertanian, sektor industri, pertambangan, dan perkebunan juga memiliki potensi besar untuk menciptakan lapangan kerja serta meningkatkan pendapatan masyarakat, terutama jika fokus diperkuat dari hulu.
“Saat ini hulurisasi sudah pada sektor pangan. Nah, mungkin sektor perkebunan juga penting, karena perkebunan ini kalau kita lihat cukup besar saat ini, tapi permintaannya masih lebih besar lagi,” lanjut Avilliani.
Indonesia memiliki peluang signifikan untuk mengembangkan komoditas unggulan seperti cokelat dan kopi, yang banyak dibutuhkan baik di pasar domestik maupun internasional, meskipun pengelolaan dan pengembangannya oleh negara dianggap belum optimal.
Dengan penerapan strategi yang tepat, termasuk penguatan sektor hulu dan mendorong hulurisasi, Indonesia memiliki potensi untuk mempertahankan bahkan mempercepat pertumbuhan ekonominya, meskipun kondisi ekonomi global sedang melambat. (Lp6)
Ikuti berita terkini dari Kabar Center di Google News, klik di sini