Notification

×

Iklan

Iklan

Bagaimana Seharusnya Mahasiswa Berperan untuk Bangsanya?

Sabtu, 09 Desember 2023 | 23:57 WIB Last Updated 2023-12-09T16:57:16Z
Ilustrasi | sumber foto: porosilmu.com

Apa yang ada di pikiran Anda mendengar kata ‘mahasiswa’? Apakah hanya seseorang yang sedang belajar di perguruan tinggi? Tentu saja tidak hanya itu. Hemat saya, mahasiswa bukan sekadar orang-orang yang menuntut ilmu di jenjang pendidikan tinggi. Lebih dari itu, mahasiswa adalah kaum muda yang menjadi harapan bangsa ini di kemudian hari. 

Tidak semua orang memiliki kesempatan untuk menikmati bangku perkuliahan. Mereka adalah adalah orang-orang yang terpilih dan beruntung. Sehingga tidak heran kelak ketika sudah selesai menimba ilmu, kontribusi dan dedikasinya ditunggu segenap masyarakat Indonesia. Mereka adalah kaum terdidik yang dinanti-nantikan untuk menjadi problem solver atau pemecah beragam persoalan yang sedang dihadapi bangsa ini. 

Mahasiswa yang digadang-gadang juga sebagai agen perubahan mengemban amanah untuk turut serta dalam proses pembangunan bangsa. Bukan hanya sebagai pengamat yang bisanya cawe-cawe atas beragam kebijakan dan progam pemerintah yang mungkin dianggapinya tidak pro-rakyat. 

Lebih dari itu, mahasiswa dituntut untuk mengambil bagian dalam mencari jalan keluar dari persoalan yang terjadi. Tidak hanya mengamati dari jauh dan melontarkan kritikan-kritikan pedas terhadap pemerintah. 

Memang, saran dan kritikan setiap warga negara dijamin oleh konsititusi, tapi, mahasiswa mesti melakukan lebih dari itu dengan menawarkan alternatif penyelesaian masalah. Ide dan pemikirannya yang segar dan progresif barangkali bisa menjadi acuan bagi pemerintah untuk menerapkan kebijakan yang sesuai dengan realitas sosial. 

Dalam hal ini peran mahasiswa sebagai social control perlu dipertegas lagi. Sebab, banyak kejadian yang menggambarkan betapa lucunya sebagian mahasiswa kita. Bersuara lantang terkait kebijakan pemerintah dan berteriak menuntut keadilan tanpa diiringi dengan pemahaman yang mendalam mengenai suatu persoalan.

Ibarat kata: tong kosong nyaring bunyinya. Suaranya yang bergemuruh tapi ketika ditanya lebih dalam, malah plonga-plongo. Hal itu sama sekali tidak mencerminkan sebagai kaum intelektual. Tak heran jika ada anggapan yang menyatakan bahwa sebagian mahasiswa sekarang minim literasi. Maunya hanya tampil, tapi enggan untuk mengkaji lebih dalam. Tentu saja itu hanya oknum. Saya masih berpikir positif, masih banyak mahasiswa yang menggunakan rasionalitasnya dengan baik sebelum mengambil tindakan. 

Lalu, yang menjadi pertanyaan adalah apakah mereka yang enggan melakukan aksi demonstrasi bisa dikategorikan mahasiswa yang apatis terhadap keadaan bangsa dan negaranya? Jika pertanyaan itu dilontarkan kepada saya, maka saya jawab: Tidak. 

Banyak cara untuk ikut andil dalam proses pembangunan bangsa dan negara ini. Demonstrasi hanyalah salah satu sarana untuk memperbaiki keadaan yang mungkin dianggap sudah melenceng dari amanah konstitusi. 

Cara lainnya yang bisa dilakukan adalah dengan publikasi. Ya, setiap mahasiswa bisa menyebarluaskan gagasannya mengenai problematika kebangsaan. Bahkan, bisa mengkritik secara pedas oknum pejabat pemerintah yang tindak-tanduknya menyimpang dari konstitusi. Saya sendiri percaya, tulisan bisa menembus ratusan hingga ribuan kepala. Artinya, kita bisa juga membangun kesadaran dan memberikan pencerahan kepada para pembaca. Sehingga, saya berpikir diskusi, aksi, dan publikasi perlu untuk lebih diintensifkan di kalangan mahasiswa. 

Hal itu sebagai wujud kepedulian kaum intelektual terhadap rakyat. Aksi harus dilandasi diskusi dan kajian yang matang. Sebab, tanpa keduanya maka rawan mahasiwa ditunggangi oleh kepentingan pihak-pihak tertentu. Bahkan idealismenya bisa digadaikan dengan sejumlah uang. 

Padahal, mengutip apa yang pernah disampaikan oleh Tan Malaka, idealisme adalah kemewahan terakhir yang dimiliki oleh mahasiswa. Tanpa idealisme, maka intelektualitas yang dimiliki akan menjadi sia-sia. Tanpa adanya idealisme dalam jiwanya, mahasiswa akan terombang-ambing dalam dinamika dan problematika kebangsaan yang kian kompleks. 

Tanpa idealisme, mahasiswa akan kehilangan arah dan kebingungan. Bahkan, tanpa adanya idealisme, mahasiswa sukar mengerti apa yang sebenarnya sedang diperjuangkan. 

Sekali lagi, saya harap tulisan ini semacam menjadi pemantik untuk kaum mahasiswa agar kembali merenungi peran dan fungsinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Saya sama sekali tidak menyalahkan mereka yang hanya fokus kuliah dan berupaya untuk lulus tepat waktu. Fokus tulisan ini yaitu agar mahasiswa lebih peka terhadap dinamika sosial yang sedang terjadi. Tidak hanya itu, melalui tulisan ini, besar harapan saya, mahasiswa kian getol untuk benar-benar menjadi agen perubahan dan social control di tengah masyarakat. 

Sumbangsih pemikiran yang revolusioner dari mahasiswa untuk bangsa ini sangat diperlukan. Bangsa ini tidak kekurangan mahasiswa pintar dan cerdas. Mungkin kita hanya membutuhkan lebih banyak lagi mahasiswa yang peduli terhadap nasib bangsa dan bersedia turun tangan untuk membenahinya. Baik melalui aksi, publikasi, dan lain sebagainya. 

Intinya, buktikan kepedulian itu dengan tindakan nyata. Dengan begitu, saya semakin optimis, ke depan, Indonesia Emas di tahun 2045 bisa tercapai. Kita benar-benar mendambakan hadirnya kaum muda yang cerdas, nasionalis, dan proaktif terhadp bangsa dan negaranya. Sebab, kaum muda adalah pemegang estafet kepimpinan bangsa ini di kemudian hari. 

Maka sudah saatnya, kita mulai bergerak dari sekarang. Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya untuk Indonesia!.

Penulis: Muhammad Aufal Fresky
Penikmat Kopi dan Sastra

Ikuti berita terkini dari Kabar Center di Google News, klik di sini