Notification

×

Iklan

Iklan

Prevalensi Stunting DIY Sumbang Penurunan Angka Nasional

Kamis, 26 Oktober 2023 | 19:16 WIB Last Updated 2023-10-26T12:16:11Z
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Daerah (Rakordal) TW III di Gedhong Pracimasana, Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, , Kamis (26/10) | Foto: instagram/humasjogja

Kabar Center

Yogyakarta - Dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Daerah (Rakordal) TW III yang digelar hari ini di Gedhong Pracimasana, Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Kamis (26/10). Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengungkapkan optimisme terkait penurunan prevalensi stunting di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Data menunjukkan bahwa dalam periode 2018-2022, prevalensi stunting di DIY terus mengalami penurunan yang signifikan, dari 21,46% menjadi 16,4%. 

Melihat angka itu, DIY optimis dapat mencapai target nasional, yaitu 14% seperti yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

“Saya memiliki optimisme intervensi gizi sensitif yang telah dilakukan dapat berkontribusi sampai 70% untuk keberhasilan perbaikan gizi masyarakat, terutama untuk penurunan angka stunting. Bupati/ Walikota harus meningkatkan upaya menurunkan stunting melalui penambahan asupan protein hewani untuk ibu hamil maupun balita, dapur balita sehat/ pos gizi, monev dan pendataan yang terintegrasi,” ungkap Sri Sultan.

Sementara itu, Sekretaris Utama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) RI, Tavip Agus Rayanto, mengungkapkan harapannya terhadap peran DIY dalam menurunkan angka stunting di daerah-daerah lain di Indonesia, dan telah menetapkan wilayah-wilayah yang menjadi prioritasnya.

"Kami yang ada di pemerintah pusat menaruh harapan DIY bisa mensubsidi daerah lain. Karena untuk provinsi-provinsi lain, khususnya di Indonesia timur, angka stunting masih sangat tinggi. Sekarang kami menetapkan 12 wilayah prioritas penurunan angka stunting, dan DIY tidak masuk ke dalam 12 wilayah itu," ungkapnya.

Tavip pun menyoroti pentingnya intervensi pada usia balita atau Baduta, karena perkembangan stunting seringkali terjadi pada usia tersebut.

"Perkembangan esensi atau krisisnya adalah di usia Baduta atau bawah dua tahun. Kalau kemudian data itu diturunkan ke level desa, maka sebetulnya kita sudah bisa mencegah dan menangani khusus stunting untuk jangka pendek yang 2024," tambahnya.

Direktur Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada (UGM), Andreasta Meliala, juga memberikan perspektifnya terkait penurunan stunting khususnya di DIY.

"Kita perlu memperhatikan dua sisi, yang pertama adalah yang menerima manfaat atau mereka yang berisiko terkena stunting, dan juga dari sisi pelayanannya. Nah, dua-duanya ini perlu diperhatikan karena melihat kondisi DIY ini sangat memungkinkan, untuk ke bagian yang mikro karena data sudah ada kemudian sistem kita juga sudah berjalan," ungkap Andreasta.

Dengan komitmen dan kerja sama lintas sektor, Pemerintah Provinsi DIY berharap dapat terus menyumbang peran dalam menurunkan angka stunting di Indonesia, yang menjadikan masa depan lebih cerah bagi generasi muda. (Rv)

Ikuti berita terkini dari Kabar Center di Google News, klik di sini