Notification

×

Iklan

Iklan

Kemlu Sebut Pulau Pasir Bukan Bagian Dari Indonesia

Kamis, 27 Oktober 2022 | 15:55 WIB Last Updated 2022-10-27T08:55:41Z

KABARCENTER.com

Jakarta - Kementerian Luar Negeri (Kemlu) menjelaskan duduk perkara perihal kepemilikan Pulau Pasir atau Ashmore. Kemlu menegaskan Pulau Pasir tidak pernah menjadi bagian dari Hindia Belanda maupun Indonesia.

"Jadi wilayah NKRI berdasarkan hukum internasional yang kita sebut asas uti possidetis juris adalah bekas wilayah Hindia Belanda dan dalam konteks ini Pulau Pasir atau Ashmore tidak pernah menjadi bagian dari wilayah Hindia Belanda. Dengan demikian, ketika Indonesia merdeka, Ashmore tidak pernah menjadi bagian dari wilayah NKRI," kata Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional L Amrih Jinangkung dalam press briefing Kemlu, Kamis (27/10/2022).

Amrih mengatakan pemerintah Hindia Belanda juga tidak pernah memprotes klaim kepemilikan Pulau Pasir oleh Inggris.

"Dan dalam praktiknya pemerintah Hindia Belanda juga tidak pernah memprotes klaim atau kepemilikan Pulau Pasir atau Ashmore oleh Inggris," ujarnya.

Amrih menjelaskan Pulau Pasir juga tidak pernah masuk dalam peta NKRI. Baik peta yang dibuat pada 1957, 1960, maupun tahun-tahun berikutnya. Karena itu, tegas Amrih, Indonesia memang tidak pernah memiliki atau mengklaim kepemilikan Pulau Pasir.

"Kemudian kalau kita lihat praktik Republik Indonesia sejak atau kita lihat pada misalnya Deklarasi Djuanda tahun 1957, kemudian diundangkan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1960. Pulau Pasir atau Ashmore tidak masuk dalam wilayah atau dalam peta NKRI sejak 1957, tahun 1960 maupun pada peta-peta yang dibuat setelah itu," tutur Amrih.

"Jadi dalam konteks ini, memang Indonesia tidak pernah memiliki atau tidak punya klaim terhadap Pulau Pasir atau Ashmore," sambung dia.

Amrih melanjutkan kawasan perairan Pulau Pasir memang kerap menjadi lokasi nelayan tradisional Nusa Tenggara Timur (NTT) mencari ikan. Karena itulah, jelasnya, pada 1981 dan 1989, pemerintah Indonesia dan Australia meneken nota kesepahaman mengenai hak nelayan untuk mencari ikan di perairan tersebut.

"Kemudian untuk mengakomodasikan kepentingan masyarakat khususnya nelayan tradisional yang ada di NTT, Indonesia dan Australia membuat perjanjian untuk mengakomodasikan kepentingan mereka itu melalui MoU yang ditandatangani pada 1974. MoU ini kemudian disempurnakan lagi dengan perjanjian tahun 1981 dan 1989, yang kita kenal secara umum sebagai MoU box. Di dalam MoU ini diatur mengenai hak nelayan tradisional NTT untuk melakukan kegiatan atau melaksanakan fishing rights di perairan Ashmore dan gugusan pulau-pulau lain di wilayah itu. Nah, memang sejak dahulu menjadi wilayah di mana nelayan tradisional NTT mencari ikan," papar Amrih.

Sebelumnya, warga di Nusa Tenggara Timur (NTT) meminta Australia angkat kaki dari Pulau Pasir yang terletak di selatan Pulau Rote, pulau yang sering disebut sebagai batas selatan Indonesia. Warga bernama Ferdi Tanoni itu mengaku berbicara sebagai pemegang mandat hak ulayat masyarakat adat Laut Timor. Dia mengancam bakal membawa masalah ini ke jalur hukum di Negeri Kanguru.

"Kalau Australia tidak mau keluar dari gugusan Pulau Pasir, kami terpaksa membawa kasus tentang hak masyarakat adat kami ke Pengadilan Commonwealth Australia di Canberra," kata Ferdi seperti dilansir Antara, Sabtu (22/10). (dtc/kc7)

Ikuti berita terkini dari Kabar Center di Google News, klik di sini